A.
Pengertian Demokrasi
Secara etimologi, kata demokrasi berasal dari Yunani yakni demos
(rakyat) dan cratos atau cratein (kedaulatan atau kekuasaan).
Jadi demokrasi adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat.[1]
Menurut Henry B Mayo, demokrasi merupakan sistem politik yang
menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan berkala
yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik.[2]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi berarti (bentuk atau
sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan
perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat.[3]
Menurut philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, yakni “ a system
of governance in which rulers are held accountable for their actions in the
public realm by citizens, acting indirectely through the competition and
co-operation of their elected repsentatives(suatu system pemerintahan
dimana pemerintah dimintai tanggungjawab atas tindakan mereka di wilayah
republic oleh warga Negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui
kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih).[4]
B. Sejarah Demokrasi
Pada abad ke-4 SM, konsep demokrasi lahir dari pemikiran mengenai
hubungan Negara dengan hukum di Yunani kuno. Pada saat itu, demokrasi yang
dipraktikkan adalah demokrasi langsung. Artinya, rakyat dalam menyampaikan
haknya untuk membuat keputusan politik dilakukan secara langsung oleh seluruh
warga Negara berdasarkan prosedur mayoritas. Namun, pada abad pertengahan
demokrasi Yunani Kuno berakhir. Hal ini disebabkan oleh perlakuan feodal
masyarakat barat.
Ketika akhir abad pertengahan tumbuh kembali keinginan untuk
menghidupkan kembali demokrasi, ditandai dengan lahirnya Magna Charta. Magna
Charta adalah suatu piagam yang memuat perjanjian antara raja John di
Inggris dan kaum bangsawan kerajaan dengan rakyat(1225).
Kemunculan kembali demokrasi di Eropa juga ditandai dengan gerakan Renaissance
dan revolusi agama yang dimotori oleh Martin Luther. Gerakan Renaissance lahir
karena adanya kontak dengan dunia Islam
saat mengalami kejayaan ilmu pengetahuan.sedangkan revolusi agama muncul akibat
dominasi gereja yang membekukan kebebasan berpikir dan bertindak. Gerakan
kritis terhadap para pemuka gereja berlandaskan rasionalitas pada hukum alam
dan kontrak social (natural law and social contract).Lahirnya teori
hukum alam dan kontrak social mendorong pemerintah menempatkan hak-hak politik
dalam satu asas yang disebut demokrasi.
Hal ini didasarkan pada dua filsuf besar, yakni John Locke dan
Montesquieu yang mengemukakan hak-hak politik rakyat menyangkut hak untuk
hidup, kebebasan dan hak untuk memiliki (live, liberal, and property) merupakan
hak-hak rakyat yang perlu diperhatikan.[5]Gagasan
dari kedua filsuf barat itu mempengaruhi kelahiran konsep konstitusi demokrasi
barat. Konstitusi yang bertumpu pada trias politica ini sebagai
akibat munculnya konsep welfare
state (Negara kesejahteraan).
C. Jenis-Jenis Demokrasi
Kajian tentang model demokrasi dapat dilihat dari
berbagai aspek.
a.
Dari aspek ide atau gagasan nilai dan segi
praktis, demokrasi terdiri dari 4 model:
1. Demokrasi liberalis kapitalis, merupakan
bentuk demukrasi berdasarkan nilai-nilai budaya dan pandangan hidup masyarakat
barat.
2. Demokrasi sosialis, lebih mengutamakan
kebebasan atau kolektivitas.
3. Demokrasi islam, nilai demokrasinya
bersumber dari doktrin islam islam yang universal seperti keadilan, masyawarah
dan sebagainya.
4. Demokrasi pancasila, bersumber dari
nilai-nilai luhur pancasila dan menekankan aspek pada hikmah kebijaksanaan dan
musyawarah serta perwakilan.
b. J. Rolland pennoc membagi ke dalam tiga
corak yaitu:
1. Demokrasi individualisme, menekankan pada
pemberian kebebasan individual.
2. Demokrasi utilatarisme, menekankan pada
keseimbangan antara pelaksana hak dan kewajiban pada setiap individu dalam
menjalankan kehidupannya sebagai mahluk sosial dan sebagai warga Negara.
3. Kolektifitas demokrasi, menekankan pada
kebersamaan dan kekeluargaan dalam berdemokrasi.
c. Sklar mengemukakan lima model demokrasi,
yaitu:
1. Demokrasi liberal, yaitu pemerintahan yang
dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum yang diselenggarakan dalam waktu
yang tetap.
2. Demokrasi terpimpin, para pemimpin percaya
bahwa semua tindakan mereka dipercayai rakyat
3. Demokrasi sosial, menaruh kepedulian pada
keadilan sosial egalitarisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan
politik.
4. Demokrasi partisipatif, menekankan hubungan
timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai.
5. Demokrasi konstitusional, menekankan
penegakan aturan dan ketentuan dalam menjalankan demokrasi.
d. Inu Kencana mengemukakan dua model
demokrasi, yaitu:
1. Demokrasi langsung
Demokrasi langsung terjadi bila rakyat mewujudkan kedaulatan pada suatu
Negara dilakukan secara langsung hanya eksekutif.
2. Demokrasi tidak langsung
Pada demokrasi tidak langsung, untuk mewujudkan
kedaulatan, rakyat tidak secara langsung berharapan dengan pihak eksekutif,
tetapi melalui lembaga perwakilan yang disebut parlemen.
D. Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam
dua tahap, yaitu tahapan pra kemerdekaan dan tahapan pasca kemerdekaan. Gagasan
demokrasi terus berlanjut pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, seperti
lahirnya konsep demokrasi. Versi beberapa tokoh dan pendiri Negara seperti Soekarno,
Hatta, Moh. Natsir, Syahrir, dan lainnya.[6]
Sementara itu,
Perkembangan demokrasi Indonesia, dalam kurunnya waktu terbagi menjadi menjadi
empat periode,yaitu:
1.
Demokrasi
Parlementer (1945-1959)
Demokrasi ini disebut juga
dengan demokrasi parlementer. Demokrasi ini dinilai kurang cocok dengan situasi
dan kondisi di Indonesia. Sebab, persatuan yang dapat digalang selama
menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina
menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan dicapai.
Pemberlakuan UUDS 1950 menguatkan system
parlementer di Indonesia dengan multi partai. Kehidupan politik dan pemerintahan tidak stabil, sehingga program
dari suatu pemerintahan tidak dapat dijalankan dengan baik dan
berkesinambungan. Namun dalam perkembangannya system multi partai
tersebut tidak dapat berlangsung lama, karena koalisi yang dibangun sangat
rapuh dan gampang pecah dan persaingan antar koalisi yang tidak
sehat, sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada saat itu.
Selain itu, pemberontakan
pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat mengancam berjalannya demokrasi
saat itu. Kegagalan partai-partai dalam majelis konstituante untuk mencapai
consensus mengenai dasar Negara untuk undang-undang baru, akhirnya mendorong
Ir. Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dengan
memperlakukannya kembali UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar. Dengan peristiwa
ini berakhirlah masa demokrasi parlementer.[7]
2.
Demokrasi
Terpimpin (1959-1965)
Pendominasian presiden dalam kegiatan
pemerintahan, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya komunis, dan
meluasnya peran ABRI sebagai unsur sosial politik adalah cirri system politik
pada periode ini.UUD 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk
bertahan sekurang-kurangnya 5 tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No.III/1963
yang mengangkat Ir.Soekarno sebagai presiden seumur hidup, telah membatalkan
pembatasan dalam kurun waktu 5 tahun itu.Selain itu, banyak terjadi tindakan
penyimpangan lainnya yang terjadi terhadap ketentuan UUD 1945 yang eksplisit
ditentukan dan presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.
Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan
prinsip-prinsip demokrasi terpimpin yang dikemukakan oleh Soekarno adalah
sebagai berikut: pertama; tiap-tiap
orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat, bangasa,
dan Negara; kedua; tiap-tiap
orangberhak mendapat penghidupan yang layak dalam masyarakat, bangsa, dan
Negara.
Namun dalam praktiknya, banyak penyimpangan terjadi dari
nilai-nilai bangsa, UUD 1945, Pancasila dan budaya bangsa. Penyebabnya adalah selain terletak pada presiden,
juga karena kelemahan legislatif sebagai partner dan pengontrol eksekutif serta
situasi sosial politik yang tidak menentu saat itu. Demokrasi
ini berakhir dengan lahirnya gerakan 30 September yang dimotori oleh PKI.[8]
3. Demokrasi Pancasila
(1965-1998)
Semaangat yang mendasari
kelahiran periode ini adalah ingin mengembalikan pemerintahan berdasarkan pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam usaha meluruskan
penyelewengan UUD 1945. Ketetapan
MPR NO. II/19963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup bagi soekarno
dibatalkan. Ketetapan MPRS. NO. XIX/ 1996 diganti dengan satu undang-undang baru
yang menetapkan kembali asas “kebersamaan badan-badan pengadilan”.
Demokrasi pancasila secara garis besar
menawarkan tiga komponen demokrasi. Pertama, menegakkan kembali asas hukum.
Kedua, kehidupan yang layak bagi seluruh warga negara. Ketiga, pengakuan dan
perlindungan HAM. Namun demikian, demokrasi pancasila merupakan peninggalan
rezim orde baru yang belum sampai pada tatanan praktis atau penerapan. Karena
dalam praktik kenegaraan dan pemerintahan, rezim ini tidak memberi ruang untuk berdemokrasi
dan kebebasan pers.[9]
Kegagalan Demokrasi Pancasila pada
zaman orde baru, bukan berasal dari konsep dasar demokrasi pancasila, melainkan
lebih kepada praktik atau pelaksanaanya yang mengingkari keberadaan Demokrasi
Pancasila.
4.
Demokrasi Reformasi (1998-sampai sekarang)
Runtuhnya rezim orde baru telah membawa harapan
baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi menjadi masa
tansisi di Indonesia, terjadi pembalikan arah perjalan bangsa dan Negara yang
akan membawa Indonesia kembali memasuki masa otoriter sebagaimana yang terjadi
pada orde lama dan orde baru. Periode pasca-orde baru lebih dikenal dengan
reformasi.
Periode ini ditandai dengan lengsernya Soeharto
dari kursi kepresidenan pada Mei 1998. Penyelewengan terhadap dasar Negara pada
masa orde baru menyebabkan rakyat Indonesia menjadi antipati atas pancasila.[10]
Demokrasi ini hendak menegakkan HAM,memperjuangkan hak rakyat, kebebasan pers,
dan masyarakat madani menjadi konsenstrasi dalam demokrasi pasca orde baru ini.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pengertian Demokrasi
Secara
etimologi, kata demokrasi berasal dari Yunani yakni demos (rakyat) dan cratos
atau cratein (kedaulatan atau kekuasaan). Jadi demokrasi adalah
kekuasaan atau kedaulatan rakyat.
Menurut
Henry B Mayo, demokrasi merupakan sistem politik yang menunjukkan bahwa
kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi
secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik.
2. Sejarah Demokrasi
Pada abad
ke-4 SM, demokrasi lahir di Yunani. Namun sempat hilang dan tidak diterapkan kembali.
Pada akhir abad pertengahan, demokrasi diterapkan kembali di dalam masyarakat. Hal
ini ditandai dengan magna charta dan gerakan renaissance serta
gerakan enlightment. Dari peristiwa ini melahirkan dua filsuf yakni John
Locke dan Montesquieu yang menggagas
konsep trias politica dan welfare state.
3. Jenis-Jenis Demokrasi
a. Dari aspek idea atau gagasan dan segi
praktis ada empat, yaitu demokrasi liberalis kapitalis, demokrasi sosialis,
semokrasi Islam, dan demokrasi pancasila.
b. Menurut J. Rolland Pennock, demokrasi ada tiga, yaitu demokrasi
individualisme, demokrasi utilatarisme, dan kolektifitas demokrasi.
c. Menurut Sklar, ada lima model demokrasi, yaitu demokrasi liberal, demokrasi
terpimpin, demokrasi sosial, demokrasi partisipatif, dan demokrasi konstitusional.
d. Menurut Inu Kencana ada dua macam demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan
demokrasi tidak langsung.
4. Demokrasi di Indonesia
Ada empat macam demokrasi yang berkembang
di Indonesia, yaitu demokrasi parlemen, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila,
dan demokrasi reformasi.
B.
Penutup
Demikian makalah ini kami persembahkan, semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kekeliruan dalam makalah ini baik
berupa tulisan maupun isi, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mohon kritik
dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Karena kesempurnaan hanyalah milik
Sang Khaliq.
[1] Yon Girie Mulyono, Dr.Ir.M.Si, (Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi), Pustaka Mandiri, Tangerang, 2013, cet.II.
hal 33
[2] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, (Pancasila,
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani), Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,
2014, cet.XIV, hal 66-67
[3]
Departemen Pendidikan Nasional, (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa), PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, cet.I, hal. 310
[4]
Ahmad Fedyani Saefudin dkk, (Demokratisasi Kekuasaan), Lembaga Studi Agama dan
Filsafat (LSAF), Jakarta, 1999, cet.I, hal. 156
Tidak ada komentar:
Posting Komentar