Taqsim/ Pembagian/ Klasifikasi
A. Pengertian Taqsim
Klasifikasi adalah pemecahan suatu kelas tertentu ke dalam kelas-kelas
bawahan berdasarkan ciri-ciri tertentu khas yang dimiliki oleh anggota-anggota
kelas itu. Pembahasan tentang
klasifikasi baru ditambahkan oleh Porphyrius (murid Aristoteles) yang hidup tahun 233-306 M terhadap Organon
yang diberi nama Eisagoge.
B.
Pembagian Taqsim
Porphyrius membagi segala sesuatu ke dalam
lima lingkungan, yakni jenis )جنس, golongan ظ نوعspecies), pemisah ( فصل/differentia), sifat khusus ( خاصpropria), dan sifat umum ( عرض عامaccidental). Tiga diantaranya membahas tentang
dzat ( الذاتى) dan dua diantaranya mengenai sifat( العرض).
Berikut penjelasan tentang dzati dan
sifat :
1.
Substansi (Dzati) adalah term yang menunjuk pada hakikat, baik menjadi unsur bagian atau padanan,
seperti term “hewan” dan “berpikir” dalam kaitannya dengan “manusia”, termasuk
term manusia itu sendiri. “Hewan” adalah unsur bagian dari substansi “manusia”,
sama halnya dengan term “berpikir”, dan manusia
sama dengan substansi.
2.
Aksiden ('Irdli) adalah unsur pelengkap pada substansi (berada di luar substansi),
seperti term “tertawa” dan “putih” dalam hubungannya dengan hakikat manusia.
Sedangkan, lima lingkungan yang
ditambahkan oleh Porphyrius antara lain:
1. Kata Na’u berasal dari bahasa Arab yang
berarti: ragam, jenis, macam dan sebagainya. Maksudnya adalah ragamnya sesuatu
hakikat, yang berkumpul pada yang lebih umum. Spesies (Nau'), term yang
menyatakan individu-individu yang esensinya bersesuaian. Dengan kata lain,
spesies adalah term yang membentuk genus, seperti term manusia yang mencakup
orang yang bernama Ahmad, Husein, Nuruddin, Ali, dll. Individu-individu
tersebut sesuai dengan esensinya, namun juga berada di bawah cakupan term yang
lebih umum, yaitu hewan.Genus adalah sub-kelas
dari suatu kelas yang lebih besar
(genus). Menurut Sayyid Taftazani dalam tulisannya, Matan Tahdzib al-Manthiq
member pengertian:
هُوَ
اَلْمَقُوْلُ عَلَى الْكَثِيْرَةِ الْمُتَفِقَةِ اَلْحَقِيْقَةِ فِى جَوَابِ
مَاهُوَ
Ungkapan kata untuk menunjuk sejumlah
objek yang hakikatnya sama dalam menjawab pertanyaan “apa itu?”
Contohnya: “apa Rasid itu?” jawabnya: ia adalah
manusia. Kata manusia disebut al-Na’u.
Na’u dibagi menjadi dua:
a.
Na’u haqiqi
هُوَ اَلْكُلِّيُ الَّذِي انْدَرَجَ تَحْتَ الْجِنْسِ
وَافْرَادُهُ مُتَفِقَةٌ فِي
الْحَقِيْقَةِ
Lafadz kulli yang ada di bawah cakupan
jenis dan bukti individu yang dituju sama dalam hakikatnya. Contohnya : manusia ; sebab afrad-nya
sama dalam hakikatnya; ia ada di bawah cakupannya kata “hewan”. Dalam lafadz
kulli manusia ada banyak hakikat yang sama, seperti Ali, Hasan, Husein,
Muhammad, dan lain-lain.
b.
Na’u idlafi
هُوَ اَلْكُلِّيُ الَّذِى اِنْدَرَجَ تَحْتَ الْجِنْسِ
سَوَآءٌ اَكَانَتْ افْرَدُهُ مُتَفِقَةً
اَمْ لاَ
Lafadz kulli yang ada cakupan jenis, baik
individu yang dituju itu sama dalam hakikatnya maupun tidak sama dalam
hakikatnya.
Na’u yang jenisnya dibagi sama, seperti tinggi, rendah pertengahan, atau na’u
yang memiliki sifat tambahan yang tidak pasti yang membedakan dengan na’u
haqiqi. Lafadz kulli dibawah jins. Seperti: lafadz hewan ketika ia berada di
bawah cakupan “nami”. Begitu pula “nami” akan menjadi “na’u idlafi” ketika
berada di bawah cakupan “jisim”. Na’u
idlafi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a) Spesies Dekat (Nau'
Safil),
spesies yang di bawahnya hanya memiliki unsur-unsur bagian, seperti term
manusia, yakni Muhammad, Ali.
b)
Spesies Sedang (Nau’ Mutawassit),
spesies yang ada di antara spesies yang lain, seperti term hewan dan term
tumbuhan.
c)
Spesies Jauh (Nau’ ‘Alin),
spesies yang di atasnya hanya ada genus jauh (‘alin), seperti materi
yang di atasnya hanya ada substansi. Contoh: jisim.
2. Genus (Jins), term
yang menyatakan esensi individu yang berbeda-beda, atau disebut juga term yang
dibentuk oleh term-term yang lebih spesifik, seperti term “hewan” yang mencakup
manusia dan jenis hewan lainnya, semacam sapi, kuda, anjing, dan lain-lain yang
lebih spesifik dari term hewan.
Sedangkan menurut , jins adalah
هُوَ
اَلْكُلِّيُ الصَّادِقُ عَلَى اَفْرَدش حَقَائِقَ مُحْتَلِفَةٍ اَوْ هُوَ
الْكُلِّيُ يَنْدَرِجُ تَحْتَهُ
كُلِّيَاتٌ اَخَاصُّ مِنْهُ
Lafadz kulli yang mencakup
individu-individu yang hakikatnya berbeda-beda atau lafadz kulli yang
dibawahnya terdapat lafadz kulli lain yang lebih khusus. Contohnya, lafadz hewan. Lafadz tersebut
dibawahnya ada manusia, sapi, kambing, gajah, harimau, dan lain-lain. Genus
dibagi menjadi tiga macam:
1)
Genus Dekat (Jins Safil/Qarib), genus
yang terbawah dari jajaran genus, seperti jenis hewan. Sebab di
atas jenis hewan hanya terdapat tumbuhan, materi, dan substansi. Di bawah jenis kemudian
terdapat bermacam-macam spesies, seperti manusia, kucing, singa, dan lain-lain.
2) Genus Sedang (Jins
Mutawassit), genus yang berada di
antara jenis-jenis lainnya, seperti jenis tumbuhan kaitannya dengan hewan dan materi.
3) Genus
Jauh (Jins Ba’iid), genus teratas dan di bawahnya terdapat jenis-jenis
lain, seperti substansi. Substansi mencakup seluruh yang ada karena itu membawahi seluruh jenis
baik tumbuhan, materi, maupun hewan.
3. Differensia
(Fashal),
صِفَةُ اَوْ مَجْمُوْعَةُ صِفَاتٍ ذَاتِيَةٍ
تَمَيَّزُ بِهَا اَفْرَدُ حَقِيْقَةٍ وَاحِدَةٍ عَنْ اَفْرَدِ غَيْرَهَا مِنَ
الْحَقَائِقِ الْمُشْتَرِكَةِ مَعَهَا فِى جِنْسٍ وَاحِدٍ
suatu sifat atau kumpulan sifat
substansial yang dapat membedakan satu individu dari individu lainnyayang
hakikatnya bersekutu dalam satu jenis.
Atribut (sifat) yang membedakan substansi dari
substansi-substansi lain yang jenisnya sama, seperti term “berpikir” sebagai
atribut yang membedakan manusia dari jenis hewan lain, seperti kuda, sapi,
anjing, dll.
Fashal dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1)
Fashal qarib
هُوَ
مَا يُمِزُّ الْمَاهِيَةُ عَمَّا يُشَرِكُهَا فِى جِنْسِهَا الْقَرِيْبُ
Sesuatu yang dapat membedakan hakikat dari suatu objek yang berserikat
dalam jenisnya yang terdekat.
Differensia yang
membedakan substansi yang jenisnya sama seperti term “mengaum” sebagai pembeda
singa dengan jenis hewan lainnya yang sekerabat, yaitu hewan.
2)
Fashal Ba’id
هُوَ
مَا يُمِزُّ الْبَاهِيَةُ عَمَّا يُشَرِكُهَا فِى جِنْسِهَا الْبَعِيْدُ
Sesuatu yang dapat
membedakan hakikat dari suatu objek yang berserikatdalam jenisnya yang jauh.
Differensia yang membedakan substansi yang sama jenisnya,
tetapi jauh, seperti term yang membedakan manusia dari jenis-jenisnya (hewan)
yang lain, tetapi differensia ini bersifat jauh. Contoh dalam hal ini adalah term
“merasa” sebagai differensiasi antara manusia dengan jenis-jenis hewan lain
yang sifatnya jauh.
4. Propprium
(Khashah), satu atau beberapa tanda pengenal yang mendatang (tanda
pengenal tambahan) yang dimiliki khusus oleh anggota golongan. Seperti “dapat berbicara” sebagai ciri khas dari
manusia.Term “bisa
berbahasa” adalah kelanjutan dari bisa berpikir (differensia) yang merupakan
akibat dari suatu sebab.
5. Aksiden
('Irdli 'Aam),
هُوَ اَلْخَارِجُ الْمَقُوْلُ اِلَيْهَا وَ عَلَى غَيْرِهَا
Ungkapan kata yang menunjuk sifat yang ada
pada suatu objek dan ada pula objek lainnya di luar hakikat.Atribut pelengkap (aksidental) dari substansi
yang berbeda-beda, seperti term “putih” sebagai ciri khas ras manusia tertentu.
Akan tetapi, atribut putih tidak terbatas pada ciri khas ras manusia saja,
namun mencakup substansi-substansi lainnya seperti sapi, lembu, burung dara,
dan sebagainya.Atribut berasal
dari bahasa Latin, ad (kepada) dan tribuere (mempertalikan,
menyerahkan kepada). Jadi, atribut merupakan apa yang dipertalikan dengan
sesuatu, atau merupakan ciri khas sesuatu. Tanpa ciri khas itu, sesuatu tidak
dapat ada atau tidak dapat dimengerti.
Atribut adalah sifat asasi yang dimiliki oleh setiap
substansi yang menentukan hakikat substansi tersebut. Dalam bahasa, atribut
diungkap sebagai kata sifat, anak kalimat, atau keterangan. Dalam metafisika, ia
disebut dengan sesuatu yang hakiki, niscaya, aksidental, atau kontingen.
Menurut Aristoteles, dunia terbagi ke dalam substansi-substansi individual dan
atribut substansi-substansi itu. Dalam arti tertentu, atiribut adalah semua
karakteristik yang dapat menerangkan substansi di bawah kategori-kategori
waktu, tempat, relasi, dan seterusnya. Dalam arti logis, atribut adalah
predikabilia itu sendiri.
Aksiden
terbagi menjadi dua: pertama, aksiden tidak terpisahkan, yaitu atribut
yang terdapat dalam semua kelas, misalnya rambut pada manusia. Pada umumnya
manusia mempunyai rambut sehingga disebut dengan aksiden tidak terpisahkan; kedua,
aksiden terpisahkan, yaitu rambut yang hanya terdapat pada beberapa anggota
kelas, misalnya warna
putih pada anjing.
C. Penggunaan Taqsim
Cara
menyelidiki sesuatu diawali dengan menelaah terlebih dahulu lingkungan jenis
dari sesuatu itu baru ditentukan lingkungan golongannya. Hal ini disebabkan
sulitnya menemukan sifat pemisah dari sesuatu tersebut.
Menentukan
lingkungan jenis ataupun lingkungan golongan dengan jalan menentukan
sifat-sifatnya yang menyatukannya dan memisahkannya, berarti melakukan
asas-pembagian setiap kelompok secara tertib. Asas pembagian secara tertib ini
disebut fundamental divisionis.
Contohnya,
apabila seseorang ingin mengklasifikasi transportasi ke dalam beberapa bagian,
seperti transportasi laut, darat, dan udara, gerobak, delman, bemo, helicopter.
Hal ini ditemukan suatu kekeliruan, yakni gerobak, bemo, delman adalah
transportasi darat, sedangkan helicopter adalah transportasi laut.
D. Dikotomi
Membagi
sebuah jenis kepada seluruh golongan yang berada di bawah lingkungan jenis itu
disebut klasifikasi. Tetapi cara pembagian tersebut dinilai kurang efektif dan
sempurna, hal ini memungkinkan ada yang belum diketahui secara lengkap. Oleh
karena itu lahirlah cara pembagian yang disebut dengan dikotomi.
Setiap
jenis hanya dibagi ke dalam dua golongan saja, yaitu penegasan dan peniadaan.
Dalam penegasan berisikan lingkungan yang betul-betul diketahui. Di dalam
peniadaan tercakup seluruh lingkungan yang lain. Dengan demikian manusia akan
mengalami kemajuan dalam pengetahuannya. Kelemahan system ini adalah penggunaan
system dalam segi politik dan psikologi yang sering digunakan untuk meninggikan
kelompok sendiri dan merendahkan kelompok lain. Seperti, partai Nazi Jerman
dalam kekuasaannya membagi manusia dalam bentuk Bangsa Aria dan Bangsa bukan
Aria.
E. Ketentuan Pembagian/ Taqsim
Ahli
manthiq memberikan tiga ketentuan tentang pembagian:
1. Harus didasarkan pada satu pengertian
dasar tentang sesuatu yang akan dibagi. Jika dianggap sama, maka tidak boleh
dianggap sebagai dasar pembagian, dan yang dibagi itu harus memiliki sifat yang
berbeda, seperti pembagian buku: sejarah, geografi, ekonomi, dan sebagainya.
2. Ia harus kumpulan dari yang
bermacam-macam: bagiannya harus mencakup habis semua bagian-bagiannya.
Contohnya, pembagian kurikulum SD dan SMP. Ini tidak benar karena tidak
mengikutsertakan SMA, tetapi ini juga tidak salah sebab ada kemungkinan bahwa
SMA tidak dibahas.
3. Antar bagian-bagian ada garis tegas yang
memisahkannya. Contohnya, flora dan fauna.
Referensi:
1. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H., M.A. Logika
Ilmu Mantiq. Jakarta : Prenada Media Grup. 2014. Cet. IV
2. H. Syukriadi Sambas. Mantik : Kaidah Berpikir
Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012. Cet. VI
3. M. Ali Hasan. Ilmu
Mantiq Logika. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya. 1995. Cet. II
4. Muhammad Nur
Ibrahimi. Belajar Logika diterjemahkan dari Ilm al-Manthiq oleh
Achmad Bahrur Rozi, M. Hum.