/Dilalah
A. Pengertian Dilalah
الدِّ لَالَةُ هِيَ فَهْمُ أَمْرٍ مِنْ أَمْرٍ وَيُسَمَّى الأَمْرُ الأَوَّلُ
الْمَدْلُوْلُ وَ الأَمْرُ الثَّانِى الدَّالُ
Dilalah adalah
proses pemahaman sesuatu dari sesuatu yang lain ; sesuatu yang pertama
disebut madlul (yang ditunjuki), sedangkan sesuatu yang kedua disebut daal
(yang menunjuki).
Jadi, sesuatu itu dapat dimengerti dan
dipahami karena ada sesuatu yang lain yang menunjukinya. Dilalah dari
segi bahasa berasal dari bahasa Arab, yakni daala-yadulu-dilalah artinya
petunjuk atau yang menunjukkan.
Abi Hilal al-Askari mendefinisikan dilalah sebagai berikut :
اَلدَّلاَلَةُ مَا يُؤَدِّى النَّظَرُ فِيْهِ
اِلَى الْعِلْمِ
Dilalah adalah satuan fenomena yang teramati dalam membentuk
pengetahuan ilmiah.
Dalam logika (ilmu mantiq) berarti, satu
pemahaman yang dihasilkan dari sesuatu atau hal yang lain. Contohnya, ada asap di atas gedung berarti ada api yang menyala
dalam gedung tersebut. Dalam hal ini, api disebut madlul (yang
ditunjuk/yang diterangkan) dan asap disebut sebagai dal/dalil ( yang
menunjukkan/ petunjuk).
B.
Pembagian
Dilalah
Dilalah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Dilalah lafdziyyah, yaitu
مَاكَانَ الدَّالُ فِيْهَا لَفْظًا اَوْ صَوْتًا
apabila
yang menunjuki itu merupakan lafadz atau suara. Ada tiga macam dilalah
lafdziyyah, yaitu :
a)
Dilalah lafdziyyah Thabi’iyyah,
مَاكَانَ الدَّالُ فِيْهَا عَرَضًا طَبِيْعِيًّا
apabila dilalah berbentuk lafadz yang terbentuk secara alamiah. Seperti orang
yang mengerang kesakitan sebab terjatuh dari pohon dan berteriak “aduh” ketika jatuh.
Secara alamiah, orang tidak mungkin mengerang kesakitan bila tidak
benar-benar sakit.
b)
Dilalah
lafdziyyah ‘Aqliyyah,
مَاكَانَ الدَّالُ فِيْهَا عَقْلاً
apabila dilalah terbentuk dari akal, seperti adanya gema
dalam gua, menunjukkan adanya orang yang menyuarakan gema tersebut.
c)
Dilalah
lafdziyyah Wadh’iyyah,
مَاكَانَ الدَّالُ فِيْهَا وَضْعًا وَاصْطِلاَحًا
apabila dilalah yang lafadznya dibentuk oleh manusia itu
sendiri bisa berupa suatu ungkapan atau istilah, seperti tangan kanan = orang
kepercayaan, begal = pencuri/ perampok.
2.
Dilalah
Ghairu Lafdziyyah,yaitu
مَاكَانَ الدَّالُ فِيْهَا غَيْرُ لَفْظٍ اَوْصَوْتٍ
apabila dilalah
bukan merupakan lafadz atau suara, dan ini ada tiga macam pula, yaitu :
1)
Dilalah
Ghairu Lafdziyyah Thabi’iyyah,
مَاكَانَ الدَّالُ فِيْهَا عَرَضًا طَبِيْعِيًّا
apabila dilalah merupakan bukan gejala alam/ pembawaan
secara alamiah, seperti muka merah menunjukkan malu atau marah.
2)
Dilalah
Ghairu Lafdziyyah ‘Aqliyyah,
مَاكَانَ الدَّالُ عَقْلاً
apabila dilalah tidak terbentuk dari akal pikiran kita,
seperti perubahan susunan pada rak buku
menunjukkan adanya orang yang mengubah atau memindahkan buku dalam rak
tersebut.
3)
Dilalah
Ghairu Lafdziyyah Wadh’iyyah,
مَاكَانَ الدَّالُ فِيْهَا شَيْئًا اِصْطِلَاحِيًا وُضِعَ لِيَدُلَّ
عَلَى الْمَعْنَى الْمَفْهُوْمِ مِنْهُ
apabila dilalah
merupakan istilah yang dibuat untuk menunjukkan arti yang dapat dipahami bukan
terbentuk oleh manusia, seperti bendera
setengah tiang menunjukkan ada pembesar negara yang meninggal dunia atau
berkabung. Maksudnya, hal tersebut bukan ditentukan oleh manusia, melainkan
ciptaan sekelompok manusia saja. Sebab setiap wilayah memiliki adat dan
peraturan yang berbeda.
C.
Pembagian
Dilalah Lafdziyyah Wadh’iyyah
Adapun yang menjadi tujuan atau objek ilmu mantiq dari
dilalah-dilalah tersebut hanyalah macam yang ketiga dari dilalah lafdziyyah,
yaitu dilalah lafdziyyah wadh’iyyah. Di mana dilalah lafdziyyah dari
segi maknanya juga dibedakan menjadi tiga macam:
I.
Muthabaqiyyah,
دِلاَلَةُ الّلَفْظِ عَلَى تَمَامِ مَعْنَاهُ الْمَوْضُوْعُ لَهُ
yaitu dilalah lafadz yang menunjukkan arti dalam keseluruhan atau secara lengkap,
seperti saya membeli sapi, saya membeli rumah. Kata rumah tersebut bermakna
semua bagian rumah seperti atap, pintu, jendela, dinding, dll.
II.
Tadhammuniyyah,
دِلاَلَةُ اللَّفْظِ عَلَى جُزْءِ مَعْنَاهُ الْمَوْضُوْعُ لَهُ
yaitu dilalah lafadz yang menunjukkan kepada sebagian
maknanya saja terkadang seluruhnya, seperti saya memukul sapi, saya mengetuk
rumah tuan X. Kata sapi tersebut bisa saja kaki sapi saja atau ekornya saja.
III.
Iltizamiyyah,
دِلاَلَةُ اللَّفْظِ عَلَى شَيْئٍ خَارِجٍ عَنْ مَعْنَاهُ لاَزِمٌ
لَهُ
yaitu dilalah lafadz yang menunjukkan kepada sesuatu yang di
luar maknanya yang asli, tetapi merupakan kelazimannya atau keterikatannya bagi
sesuatu itu, seperti saya menarik sapi. Yang dimaksud di sini ialah tali yang
merupakan kelaziman bagi sapi bila ditarik atau dituntun. Hari minggu saya
mencangkul rumput di rumah. Yang dimaksud di sini ialah pekarangan yang
merupakan kelaziman bagi rumah
Penjelasan diatas dapat dirangkum dalam bagan di bawah
ini
Referensi :
1. Mukarromah, Oom Drs. Hj.M.Hum. dan Drs. H.A. Chaerudji Abdulchalik. Ilmu
Mantiq. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2013. cet. 1. H. 17-20
2. Hasan, M. Ali. Ilmu Mantiq Logika. Jakarta: Pedoman Ilmu Raya. 1995.
Cet. 2. H. 19-20
3. Djalil, A. Basiq. Drs.S.H., M.A. Logika (Ilmu Mantiq). Jakarta: Prenada Media Grup. 2014. Cet. 3. H.
10-13
4.
Sambas,
H. Sukriadi. Mantik : Kaidah Berpikir Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012. Cet. 6. H. 42-45Dilala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar