Translate

Selasa, 22 September 2015

Filsafat Barat Pra-Sokrates

BAB I
 PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Jauh sebelum manusia mengetahui dan menetapkan istilah Tuhan, banyak orang yang berfikir bahwa yang menciptakan dan menguasai alam semesta adalah hakikat yang bisa dilihat dan berada di kehidupan sekitar mereka, seperti api, air, tanah, dan udara.
Beberapa orang seperti kaum sofisme di Yunani berpikir dan mencari tahu tentang alam semesta ini, penciptanya beserta isinya. Siapa yang membuatnya, bagaimana alam ini tercipta, dari mana alam ini berasal. Mereka tidak puas terhadap cerita-cerita nenek moyang tentang terjadinya alam ini. Oleh karena itu, mereka menggunakan akal pikiran mereka untuk mencari kebenaran dan realitas Yang Ada. Pemikiran tersebut termasuk pemikiran yang maju dan rasional.
Sebab, sebagian dari mereka sudah cukup puas dengan apa yang didapat dari kisah-kisah nenek moyang secara turun-temurun tentang terbentuknya alam ini. Mereka percaya tentang mite-mite dan legenda, seperti pelangi adalah tempat turunnya para bidadari dari surga.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah:
1.      Siapa saja filsuf pra-Sokrates ?
2.      Bagaimana pokok-pokok pemikiran filsuf pra-Sokrates ?












BAB II
    PEMBAHASAN

A.    Filosofi Alam
Filsafat lahir pertama kali bukan di tanahnya sendiri, melainkan di kota Melitos daerah Semenanjung Asia. Filsafat ini bermula dari orang-orang yang memikirkan asal mula alam ini tercipta. Oleh karena itu, mereka disebut filsuf alam.
Mereka berpikir bahwa asal dari segala sesuatu itu adalah sesuatu yang berada di sekitar mereka, seperti air dan udara. Bahkan, ada yang masih menganggap bahwa benda mati itu juga mempunyai jiwa.
1.      Thales
Filosof pertama bukanlah berasal dari Yunani, melainkan dari kota Miletos di Asia Minor. Masa hidup tahun Thales sekitar 80 tahun, yakni 625-545 SM. Dia adalah seorang saudagar yang banyak berlayar ke negeri Mesir, ia juga seorang ahli politik. Ia juga seorang filsuf yang berusaha menemukan arkhe(asas atau prinsip) alam semesta. Thales termasuk orang yang disebut “Seven Wise Man” pada waktu itu. Ketujuh orang bijak itu adalah Thales dari Miletos, Bias dari Priene, Pitakos dari Mytilene, Soloon dari Athena, Kleoboulos dari Lindos, Khiloon dari Sparta, dan Periandros dari Korinthos.[1]
Ia juga merupakan ahli matematika pertama dan mendapatkan gelar the father of deductive reasoning(bapak penalaran deduktif). Sebab, ia mengemukakan bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari, dan bahwa kedua sudut alas dari suatu segi tiga sama kaki adalah sama besarnya.[2]
Dia diberikan gelar Father of Philosophy, sebab dia adalah orang yang pertama kali berfilsafat dan tidak pernah menuliskan apa yang diajarkannya. Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar yang jarang diperhatikan orang hingga saat ini : What is the nature of the world stuff? (apa sebenarnya bahan alam semesta ini?)[3]
Ia  sendiri menjawab air. Menurut keterangan Aristoteles, kesimpulan ajaran Thales ialah “semuanya itu air”. Air yang cair itu adalah pangkal, pokok dan dasar (principe) segala-galanya. Semua barang berasal dari air dan kembali pada air pula. Air yang satu itu adalah bingkai dan juga isi. Air adalah substract (bingkai) dan substansi (isi) kedua-duanya.[4]
Alasan Thales mengapa semuanya itu air adalah air itu penting bagi kehidupan. Ia menyimpulkan hasil pengamatannya dalam kehidupan sehari-hari. Di mesir, ia sendiri melihat betapa pentingnya air sungai nil bagi kehidupan rakyat di sana. Air sungai Nil dapat memberikan kehidupan rakyat di sekitarnya, tanah pun menjadi subur karena alirannya. Jika sungai Nil tidak mengalir, maka tanah pun kembali menjadi gersang seperti padang pasir dan kehidupan pun hilang. Di pantai Miletos, air tampak sebagai lautan yang luas, sehingga orang mudah berpikir bahwa bumi tentu keluar dari air itu dan selanjutnya terapung-apung diatasnya(Harun Hadiwijoyono, 1992 : 8).
 Begitu juga dengan nelayan, kehidupan mereka sangat bergantung pada hasil laut. Jika tidak ada air, maka mereka tidak bisa menjalani kehidupan.  Thales juga menganut animisme. Menurutnya, benda mati itu mempunyai jiwa.  Contohnya, jika  besi dan batu api yang digosok sampai panas  maka ia akan menarik benda yang ada didekatnya. Itu adalah bukti bahwa ia memiliki jiwa.
Tidak ada kehidupan tanpa air. Tidak ada satu pun makhluk hidup yang tidak mengandung air dalam tubuh mereka. Sejumlah ilmuwan kedokteran mengatakan bahwa 80% adalah air. [5]Oleh karena itu, air adalah hal yang fundamental bagi kehidupan makhluk hidup.
2.      Anaximandros
Anaximandros termasuk filsuf alam yang kedua, ia hidup dari tahun 610-547 SM. Ia adalah orang pertama yang mengarang traktat dalam kesusasteraan Yunani, dan berjasa dalam bidang astronomi serta geografi. Sehingga, ia sebagai orang pertama yang membuat peta. Berkat karya ciptanya ini, ia berhasil memimpin sekelompok orang membut kota baru di Appolonia, Yunani.[6]
Menurutnya, asal dari segala sesuatu adalah “apeiron[7]. Apeiron itu tidak dapat dirupakan, tidak dapat disamakan dengan segala sesuatu yang terlihat di dunia ini. Sebab, suatu barang yang kelihatan di dunia ini mempunyai batas dan dibatasi oleh lawannya. Itu adalah mustahil jika apeiron mempunyai lawan.  Yang panas dibatasi oleh  yang dingin.  Yang cair dibatasi oleh yang beku. Yang gelap dibatasi oleh yang terang.
Anaximandros membuat teori yang hampir sama dengan teori Thales, semuanya itu terjadi daripada apeiron dan kembali pula pada apeiron. Hal ini dapat terjadi karena adanya perceraian (ekkrisis). Perceraian tersebut memunculkan adanya sesuatu yang berlawanan, seperti yang panas dan yang dingin, dan yang kering dan yang basah. Di dunia ini juga ada hukum keseimbangan. Jadi, jika ada hal-hal yang berlawanan itu ada yang dominan, hukum keseimbangan itulah yang menyeimbangkan keseimbangan dunia.[8]
Perceraian tadi menyebabkan adanya gerak puting beliung yang memisahkan antara yang dingin dan yang panas. Gerakan tersebut menyebabkan terbentuknya bola raksasa dan yang dingin berada di tengah-tengah yang panas. Karena panas itu air lepas daripada tanah dan menjadi kabut. Udara menekan bola itu hingga meletus menjadi sejumlah lingkaran yang berpusat satu.  Tiap lingkaran terdiri dari api yang dibalut udara. Setiap lingkaran itu memiliki satu lubang, yang menjadikan api di dalamnya tampak sebagai bintang-bintang, bulan, dan matahari.
        Menurutnya,  bumi ini berbentuk silinder dan terletak persis di pusat jagad raya, jadi bukan di atas air seperti yang diungkapkan oleh Thales. makhluk yang pertama kali hidup di atas bumi adalah makhluk yang hidup di dalam air. Setelah munculnya daratan, binatang yang mirip ikan tersebut menjadi manusia yang pertama di bumi. Anaximandros juga menganggap jiwa yang hidup itu serupa dengan udara.[9]
Anaximandros juga berpendapat bahwa dulunya ada substansi tunggal pertama dan suatu hukum alam yang berlaku di dunia untuk mempertahankan keseimbangan antara unsur-unsur yang berbeda-beda.[10]
3.      Anaximenes
Anaximenes adalah filsuf terakhir dari filsuf alam yang berkembang di Melitos. Ia hidup pada tahun 588-524 SM. Anaximenes adalah murid Anaximandros.  Baginya yang asal itu mestilah satu daripada yang ada dan yang tampak. Barang yang asal itu adalah udara.[11] Udara itu satu dan tidak berhingga.
Anaximenes mencari tahu asal alam dengan memperhatikan  soal jiwa dalam masyarakat. Jiwa itu menyusun manusia, apabila tidak ada jiwa maka gugurlah manusia tersebut. Alam besar juga karena udara. Udara adalah penyusun segalanya. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa udara. Adanya udara mempersatukan segala sesuatu di jagad raya. Hal ini mungkin karena adanya pemadatan atau pengenceran udara.[12]
Ia membedakan pula yang mati dan yang hidup. Bila seseorang telah mati, maka jiwa sesorang tersebut keluar. Makhluk yang sudah mati itu tidak berjiwa. Ia tidak menganut animisme seperti Thales yang menganggap yang mati juga mempunyai jiwa.
Unsur-unsur yang kita kenal seperti air, api, angin, awan, dan batu merupakan hasil dari proses perenggangan dan perapatan yang saling berlawanan. Udara yang  abadi menyebabkan pergerakan dalam dirinya sendiri, dan gerakan inilah yang mengakibatkan adanya perbedaan dan pemisahan antara pelbagai substansi alam.[13]
Menurut Anaximenes, udara dapat membentuk beberapa komponen melalui beberapa pergerakan. Udara yang jarang akan menjadi api. Apabila udara rapat, maka akan menjadi awan. Apabila udara itu basah, maka akan menjadi air hujan.  Jika awan padat maka akan menjadi tanah.[14]

B.     Filosofi Herakleitos
Herakleitos lahir di kota Ephesos, Asia Minor. Ia hidup pada tahun 540-480 SM. Ia masih memikirkan hal yang sama, yakni alam. Ia menyangka bahwa api adalah asal dari segala sesuatu. Sebab, api adalah lambang perubahan, karena api menyebabkan kayu atau bahan apapun yang terbakar menjadi abu.
Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini. Segala yang ada di dunia ini senantiasa “sedang menjadi”. Sehingga, terkenallah ucapannya Panta rhei, artinya sedang menjadi. Sebagaimana air sungai senantiasa mengalir terus menerus,tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini. Semuanya berubah terus menerus.[15]
Tiap benda terdiri dari hal-hal yang sifatnya berlawanan dan bertolak belakang, tetapi mereka merupakan satu kesatuan. Yang satu adalah banyak dan yang banyak adalah satu. Hal ini segala sesuatu hal yang ada mengandung dalam dirinya pertentangan dari dirinya sendiri. Pertentangan tersebut menciptakan suatu keharmonisan dan keadilan, seperti siang malam, musim panas dan dingin. Segala sesuatu merupakan sintesis dari hal-hal yang bersifat kontradiktif.[16]
“ You can’t step twice into the same river; for the fresh water are ever flowing upon you”( engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua kali karena air sungai itu selalu mengalir) itulah perkataan Herakleitos( Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 2013: 49). Segala sesuatu itu berlalu dan tiada sesuatu yang tetap. Perubahan terjadi tiada hentinya. Seluruh kenyataan adalah arus sungai. Orang tidak mungkin turun ke sungai dua kali, sebab air sungai itu berlalu, bergiliran, dan bergantian. Demikian halnya segala sesuatu. Tiada yang tetap. Hakekat segala sesuatu adalah menjadi.
Kita memahami bahwa kosmos itu dinamis dan selalu bergerak. Bergerak berarti berubah. Gerak itu menghasilkan perlawanan-perlawanan. Itulah sebabnya ia telah sampai pada kesimpulan bahwa yang mendasar pada alam semesta ini bukanlah bahan dasarnya  seperti yang dibahas oleh filsuf alam, melainkan prosesnya.
Pernyataan “semua mengalir” berarti semua berubah bukanlah pernyataan yang sederhana. Implikasi dari pernyataan ini sangat hebat. Kebenaran itu selalu berubah, tidak tetap. 2x2=4 itu adalah pernyataan hari ini, belum tentu 2x2 itu 4 besoknya. [17]
Herakleitos juga yakin adanya satu asas pertama, yakni api. Segala sesuatu keluar dari api dan akan kembali ke api. Api di sini adalah lambang perubahan. Nyala api senantiasa memakan habis bahan bakar baru. Bahan bakar senantiasa berubah menjadi asap atau debu. Oleh karena itu, api adalah lambang perubahan.
Api ini dipandang sejenis dengan roh, sebab asas hidup ialah api juga. itulah sebabnya api disebut juga logos, yaitu hukum  yang menguasai segala sesuatu. Segala sesuatu terjadi sesuai dengan logos.[18] Hukum ini berlaku bagi alam semesta, bagi hubungan antar manusia dan bagi usaha-usaha yang saling bertentangan pada manusia itu bersatu.












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat kami simpulkan:
1.      Filsuf pra-Sokrates dibagi menjadi tiga, yakni filsuf alam ( Thales, Anaximandros, dan Anaximenes),  dan Herakleitos,.
2.      Pokok pemikiran filsuf pra-Sokrates, sebagai berikut :
a)      Filsuf alam, yakni membahas tentang dari apa alam semesta ini tercipta. Seperti Thales mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah air. Anaximandros mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah apeiron. Sedangkan Anaximenes menyatakan bahwa segala sesuatu itu berasal dari udara.
b)      Filosofi Heraklitos, yakni membahas tentang  alam pula, melainkan proses alam ini tercipta. Ia juga menyangka api adalah asal dari segala sesuatu. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini, segalanya berubah.

B.     Penutup
Demikian makalah ini kami persembahkan, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kekeliruan dalam makalah ini baik berupa tulisan maupun isi, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mohon kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Karena kesempurnaan hanyalah milik Sang Khaliq.










DAFTAR PUSTAKA


Abidin, Zainal, Dr. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet. II. 2012
Achmadi, Asmoro, Dr. Filsafat Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cet. II. 1997
Bertens, K, Dr. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Cet. I. 1976
Hadiwijoyono, Harun. Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius. Cet.VIII. 1992
Hassan, Fuad. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Cet. III. 2005
Hatta, Mohammad. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: UI Press. Cet. III. 1986
Katsoff, Louis O. Pengantar Filsafat Terjemahan dari Elements of Philosophy Dr.  Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Cet. IX. 2004
Osborne, Richard. Filsafat untuk Pemula terjemahan dari Philosophy for beginners. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Cet, I. 2001
Tafsir, Ahmad, Prof. Dr. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cet. XX. 2013




[1] Harun Hadiwijoyono, Dr., (Sari Sejarah Filsafat 1), Kanisius,  Yogyakarta, 1992, cet. VIII, h.16
[2] Asmoro Achmadi, Drs., (Filsafat Umum), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, cet. II, H.31
[3] Ahmad Tafsir, Prof. Dr., (Filsafat Umum),  PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, cet.XX, h.48
[4] Mohammad Hatta, ( Alam Pikiran Yunani), UI Press,  Jakarta, 1986, cet.III, h. 7-8
[5] Zainal Abidin, Dr., (Pengantar Filsafat Barat), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012. Cet. II, h. 86
[6] Asmoro Achmadi, Dr., ibid, h. 32
[7]K. Bertens, Dr., (Ringkasan Sejarah Filsafat), Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1976, cet.I, h. 7
[8] Harun Hadiwijoyono, ibid, h. 17
[9] Mohammad Hatta, ibid, h.10-11
[10] Richard Osborne, (Filsafat untuk Pemula terjemahan dari Philosophy for beginners), Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2001, cet.I, h, 6
[11] ibid, h. 12
[12] Harun Hadiwijoyono, ibid, h. 18
[13] Louis O. Katsoff, (Pengantar Filsafat diterjemahkan oleh Dr. Soerjono Soemargono) , Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2004, cet. IX, h.256
[14] Zainal Abidin, Dr., ibid, h. 87
[15] K. Bertens, Dr., ibid, h.7-8
[16] Asmoro Achmadi, ibid, h.36
[17] Ahmad Tafsir, Prof. Dr., ibid, h.49
[18] Harun Hadiwijoyono, ibid, h. 23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar