BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jauh sebelum manusia mengetahui dan
menetapkan istilah Tuhan, banyak orang yang berfikir bahwa yang menciptakan dan
menguasai alam semesta adalah hakikat yang bisa dilihat dan berada di kehidupan
sekitar mereka, seperti api, air, tanah, dan udara.
Beberapa orang seperti kaum sofisme di Yunani
berpikir dan mencari tahu tentang alam semesta ini, penciptanya beserta isinya.
Siapa yang membuatnya, bagaimana alam ini
tercipta, dari mana alam ini berasal. Mereka tidak puas terhadap cerita-cerita
nenek moyang tentang terjadinya alam ini. Oleh karena itu, mereka menggunakan
akal pikiran mereka untuk mencari kebenaran dan realitas Yang Ada. Pemikiran
tersebut termasuk pemikiran yang maju dan rasional.
Sebab, sebagian dari mereka sudah cukup
puas dengan apa yang didapat dari kisah-kisah nenek moyang secara turun-temurun
tentang terbentuknya alam ini. Mereka percaya tentang mite-mite dan legenda, seperti
pelangi adalah tempat turunnya para bidadari dari surga.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat
ditarik rumusan masalah:
1. Siapa saja filsuf pra-Sokrates ?
2. Bagaimana pokok-pokok pemikiran filsuf pra-Sokrates ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filosofi Alam
Filsafat lahir pertama kali bukan di tanahnya
sendiri, melainkan di kota Melitos daerah Semenanjung Asia. Filsafat ini
bermula dari orang-orang yang memikirkan asal mula alam ini tercipta. Oleh
karena itu, mereka disebut filsuf alam.
Mereka berpikir bahwa asal dari segala sesuatu
itu adalah sesuatu yang berada di sekitar mereka, seperti air dan udara.
Bahkan, ada yang masih menganggap bahwa benda mati itu juga mempunyai jiwa.
1. Thales
Filosof pertama bukanlah berasal dari Yunani,
melainkan dari kota Miletos di Asia Minor. Masa hidup tahun Thales sekitar 80
tahun, yakni 625-545 SM. Dia adalah seorang saudagar yang banyak berlayar ke negeri Mesir, ia
juga seorang ahli politik. Ia juga seorang filsuf yang berusaha menemukan arkhe(asas
atau prinsip) alam semesta. Thales termasuk orang yang disebut “Seven Wise
Man” pada waktu itu. Ketujuh orang bijak itu adalah Thales dari Miletos,
Bias dari Priene, Pitakos dari Mytilene, Soloon dari Athena, Kleoboulos dari
Lindos, Khiloon dari Sparta, dan Periandros dari Korinthos.[1]
Ia juga merupakan ahli matematika pertama
dan mendapatkan gelar the father of deductive reasoning(bapak penalaran
deduktif). Sebab, ia mengemukakan bahwa bulan bersinar karena memantulkan
cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari, dan bahwa kedua sudut
alas dari suatu segi tiga sama kaki adalah sama besarnya.[2]
Dia diberikan gelar Father of Philosophy,
sebab dia adalah orang yang pertama kali berfilsafat dan tidak pernah
menuliskan apa yang diajarkannya. Gelar itu diberikan karena ia mengajukan
pertanyaan yang amat mendasar yang jarang diperhatikan orang hingga saat
ini : What is the nature of the world stuff? (apa sebenarnya
bahan alam semesta ini?)[3]
Ia
sendiri menjawab air. Menurut keterangan Aristoteles, kesimpulan ajaran
Thales ialah “semuanya itu air”. Air yang cair itu adalah pangkal, pokok dan
dasar (principe) segala-galanya. Semua barang berasal dari air dan
kembali pada air pula. Air yang satu itu adalah bingkai dan juga isi. Air adalah substract
(bingkai) dan substansi (isi) kedua-duanya.[4]
Alasan Thales mengapa semuanya itu air adalah
air itu penting bagi kehidupan. Ia menyimpulkan hasil pengamatannya dalam
kehidupan sehari-hari. Di mesir, ia sendiri melihat betapa pentingnya air
sungai nil bagi kehidupan rakyat di sana. Air sungai Nil dapat memberikan
kehidupan rakyat di sekitarnya, tanah pun menjadi subur karena alirannya. Jika
sungai Nil tidak mengalir, maka tanah pun kembali menjadi gersang seperti
padang pasir dan kehidupan pun hilang. Di pantai Miletos, air tampak sebagai
lautan yang luas, sehingga orang mudah berpikir bahwa bumi tentu keluar dari
air itu dan selanjutnya terapung-apung diatasnya(Harun Hadiwijoyono,
1992 : 8).
Begitu juga dengan nelayan, kehidupan
mereka sangat bergantung pada hasil laut. Jika tidak ada air, maka mereka tidak
bisa menjalani kehidupan. Thales juga menganut animisme. Menurutnya,
benda mati itu mempunyai jiwa.
Contohnya, jika besi dan batu api
yang digosok sampai panas maka ia akan
menarik benda yang ada didekatnya. Itu adalah bukti bahwa ia memiliki jiwa.
Tidak ada kehidupan tanpa air. Tidak ada satu pun makhluk hidup yang tidak
mengandung air dalam tubuh mereka. Sejumlah ilmuwan kedokteran mengatakan bahwa
80% adalah air. [5]Oleh
karena itu, air adalah hal yang fundamental bagi kehidupan makhluk hidup.
2. Anaximandros
Anaximandros termasuk filsuf alam yang
kedua, ia hidup dari tahun 610-547 SM. Ia adalah orang pertama yang mengarang
traktat dalam kesusasteraan Yunani, dan berjasa dalam bidang astronomi serta
geografi. Sehingga, ia sebagai orang pertama yang membuat peta. Berkat karya
ciptanya ini, ia berhasil memimpin sekelompok orang membut kota baru di
Appolonia, Yunani.[6]
Menurutnya, asal dari segala sesuatu adalah “apeiron”[7]. Apeiron
itu tidak dapat dirupakan, tidak dapat disamakan dengan segala sesuatu yang
terlihat di dunia ini. Sebab, suatu barang yang kelihatan di dunia ini
mempunyai batas dan dibatasi oleh lawannya. Itu adalah mustahil jika apeiron
mempunyai lawan. Yang panas dibatasi
oleh yang dingin. Yang cair dibatasi oleh yang beku. Yang gelap
dibatasi oleh yang terang.
Anaximandros membuat teori yang hampir sama
dengan teori Thales, semuanya itu terjadi daripada apeiron dan kembali pula
pada apeiron. Hal ini dapat terjadi karena adanya perceraian (ekkrisis).
Perceraian tersebut memunculkan adanya sesuatu yang berlawanan, seperti yang
panas dan yang dingin, dan yang kering dan yang basah. Di dunia ini juga ada
hukum keseimbangan. Jadi, jika ada hal-hal yang berlawanan itu ada yang
dominan, hukum keseimbangan itulah yang menyeimbangkan keseimbangan dunia.[8]
Perceraian tadi menyebabkan adanya gerak
puting beliung yang memisahkan antara yang dingin dan yang panas. Gerakan
tersebut menyebabkan terbentuknya bola raksasa dan yang dingin berada di
tengah-tengah yang panas. Karena panas itu air lepas daripada tanah dan menjadi
kabut. Udara menekan bola itu hingga meletus
menjadi sejumlah lingkaran yang berpusat satu. Tiap lingkaran terdiri dari api yang dibalut
udara. Setiap lingkaran itu memiliki satu lubang, yang menjadikan api di
dalamnya tampak sebagai bintang-bintang, bulan, dan matahari.
Menurutnya,
bumi ini berbentuk silinder dan terletak
persis di pusat jagad raya, jadi bukan di atas air seperti yang diungkapkan
oleh Thales. makhluk yang pertama kali hidup di atas bumi adalah makhluk yang
hidup di dalam air. Setelah munculnya daratan, binatang yang mirip ikan
tersebut menjadi manusia yang pertama di bumi. Anaximandros juga menganggap
jiwa yang hidup itu serupa dengan udara.[9]
Anaximandros juga berpendapat bahwa dulunya ada
substansi tunggal pertama dan suatu hukum alam yang berlaku di dunia untuk
mempertahankan keseimbangan antara unsur-unsur yang berbeda-beda.[10]
3. Anaximenes
Anaximenes adalah filsuf terakhir dari filsuf
alam yang berkembang di Melitos. Ia hidup pada tahun 588-524 SM. Anaximenes
adalah murid Anaximandros. Baginya yang
asal itu mestilah satu daripada yang ada dan yang tampak. Barang yang asal itu
adalah udara.[11] Udara itu satu dan tidak berhingga.
Anaximenes mencari tahu asal alam dengan
memperhatikan soal jiwa dalam
masyarakat. Jiwa itu menyusun manusia, apabila tidak ada jiwa maka gugurlah
manusia tersebut. Alam besar juga karena udara. Udara adalah penyusun
segalanya. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa udara. Adanya udara
mempersatukan segala sesuatu di jagad raya. Hal ini mungkin karena adanya
pemadatan atau pengenceran udara.[12]
Ia membedakan pula yang mati dan yang
hidup. Bila seseorang telah mati, maka jiwa sesorang tersebut keluar. Makhluk
yang sudah mati itu tidak berjiwa. Ia tidak menganut animisme seperti Thales
yang menganggap yang mati juga mempunyai jiwa.
Unsur-unsur yang kita kenal seperti air,
api, angin, awan, dan batu merupakan hasil dari proses perenggangan dan
perapatan yang saling berlawanan. Udara yang abadi menyebabkan pergerakan dalam dirinya
sendiri, dan gerakan inilah yang mengakibatkan adanya perbedaan dan pemisahan
antara pelbagai substansi alam.[13]
Menurut Anaximenes, udara dapat membentuk
beberapa komponen melalui beberapa pergerakan. Udara yang jarang akan menjadi
api. Apabila udara rapat, maka akan menjadi awan. Apabila udara itu basah, maka
akan menjadi air hujan. Jika awan padat
maka akan menjadi tanah.[14]
B. Filosofi Herakleitos
Herakleitos lahir di kota Ephesos, Asia
Minor. Ia hidup pada tahun 540-480 SM. Ia masih memikirkan hal yang sama, yakni
alam. Ia menyangka bahwa api adalah asal dari segala sesuatu. Sebab, api adalah
lambang perubahan, karena api menyebabkan kayu atau bahan apapun yang terbakar
menjadi abu.
Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini.
Segala yang ada di dunia ini senantiasa “sedang menjadi”. Sehingga, terkenallah
ucapannya Panta rhei, artinya sedang menjadi. Sebagaimana air sungai
senantiasa mengalir terus menerus,tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini.
Semuanya berubah terus menerus.[15]
Tiap benda terdiri dari hal-hal yang
sifatnya berlawanan dan bertolak belakang, tetapi mereka merupakan satu
kesatuan. Yang satu adalah banyak dan yang banyak adalah satu. Hal ini segala
sesuatu hal yang ada mengandung dalam dirinya pertentangan dari dirinya
sendiri. Pertentangan tersebut menciptakan suatu keharmonisan dan keadilan,
seperti siang malam, musim panas dan dingin. Segala sesuatu merupakan sintesis
dari hal-hal yang bersifat kontradiktif.[16]
“ You can’t step twice into the same river;
for the fresh water are ever flowing upon you”( engkau tidak dapat terjun ke sungai yang
sama dua kali karena air sungai itu selalu mengalir) itulah perkataan Herakleitos(
Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 2013: 49). Segala sesuatu itu berlalu dan tiada sesuatu
yang tetap. Perubahan terjadi tiada hentinya. Seluruh kenyataan adalah arus
sungai. Orang tidak mungkin turun ke sungai dua kali, sebab air sungai itu
berlalu, bergiliran, dan bergantian. Demikian halnya segala sesuatu. Tiada yang
tetap. Hakekat segala sesuatu adalah menjadi.
Kita memahami bahwa kosmos itu dinamis dan
selalu bergerak. Bergerak berarti berubah. Gerak itu menghasilkan perlawanan-perlawanan.
Itulah sebabnya ia telah sampai pada kesimpulan bahwa yang mendasar pada alam
semesta ini bukanlah bahan dasarnya
seperti yang dibahas oleh filsuf alam, melainkan prosesnya.
Pernyataan “semua mengalir” berarti semua
berubah bukanlah pernyataan yang sederhana. Implikasi dari pernyataan ini
sangat hebat. Kebenaran itu selalu berubah, tidak tetap. 2x2=4 itu adalah
pernyataan hari ini, belum tentu 2x2 itu 4 besoknya. [17]
Herakleitos juga yakin adanya satu asas
pertama, yakni api. Segala sesuatu keluar dari api dan akan kembali ke api. Api
di sini adalah lambang perubahan. Nyala api senantiasa memakan habis bahan
bakar baru. Bahan bakar senantiasa berubah menjadi asap atau debu. Oleh karena
itu, api adalah lambang perubahan.
Api ini dipandang sejenis dengan roh, sebab
asas hidup ialah api juga. itulah sebabnya api disebut juga logos, yaitu
hukum yang menguasai segala sesuatu.
Segala sesuatu terjadi sesuai dengan logos.[18]
Hukum ini berlaku bagi alam semesta, bagi hubungan antar manusia dan bagi
usaha-usaha yang saling bertentangan pada manusia itu bersatu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat kami simpulkan:
1. Filsuf pra-Sokrates dibagi menjadi tiga, yakni filsuf alam ( Thales,
Anaximandros, dan Anaximenes), dan Herakleitos,.
2. Pokok pemikiran filsuf pra-Sokrates, sebagai berikut :
a) Filsuf alam, yakni membahas tentang dari apa alam semesta ini tercipta. Seperti
Thales mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah air. Anaximandros mengatakan
bahwa asal segala sesuatu adalah apeiron. Sedangkan Anaximenes menyatakan bahwa
segala sesuatu itu berasal dari udara.
b) Filosofi Heraklitos, yakni membahas tentang alam pula, melainkan proses alam ini tercipta.
Ia juga menyangka api adalah asal dari segala sesuatu. Tidak ada sesuatu yang
tetap di dunia ini, segalanya berubah.
B. Penutup
Demikian makalah ini kami persembahkan, semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kekeliruan dalam makalah ini baik
berupa tulisan maupun isi, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mohon kritik
dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Karena kesempurnaan hanyalah milik
Sang Khaliq.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin,
Zainal, Dr. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet. II. 2012
Achmadi,
Asmoro, Dr. Filsafat Umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cet. II. 1997
Bertens, K, Dr. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Yayasan
Kanisius. Cet. I. 1976
Hadiwijoyono, Harun. Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisius.
Cet.VIII. 1992
Hassan, Fuad. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya. Cet. III. 2005
Hatta, Mohammad. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: UI Press. Cet. III.
1986
Katsoff,
Louis O. Pengantar Filsafat Terjemahan dari Elements of Philosophy
Dr. Soejono Soemargono. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya. Cet. IX. 2004
Osborne,
Richard. Filsafat untuk Pemula terjemahan dari Philosophy for
beginners. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Cet, I. 2001
Tafsir,
Ahmad, Prof. Dr. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cet. XX.
2013
[2]
Asmoro Achmadi, Drs., (Filsafat Umum), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997,
cet. II, H.31
[5] Zainal Abidin, Dr., (Pengantar Filsafat Barat),
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012. Cet. II, h. 86
[6] Asmoro Achmadi, Dr., ibid, h. 32
[7]K. Bertens, Dr., (Ringkasan Sejarah Filsafat), Yayasan
Kanisius, Yogyakarta, 1976, cet.I, h. 7
[10] Richard Osborne, (Filsafat untuk Pemula
terjemahan dari Philosophy for beginners), Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 2001, cet.I, h, 6
[11] ibid, h. 12
[12]
Harun Hadiwijoyono, ibid, h. 18
[13] Louis O. Katsoff, (Pengantar Filsafat
diterjemahkan oleh Dr. Soerjono Soemargono) , Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta,
2004, cet. IX, h.256
[14] Zainal Abidin, Dr., ibid, h. 87
[15] K. Bertens, Dr., ibid, h.7-8
[16]
Asmoro Achmadi, ibid, h.36
Tidak ada komentar:
Posting Komentar